Fraksipan.com – Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher mengemukakan revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umroh bakal menekankan kepada substansi keagamaan karena ibadah yang sakral tersebut tidak hanya terkait dengan penyelenggarannya saja.
“Mudah-mudahan ibadah haji tidak hanya soal penyelenggaraan saja, tapi juga substansi keagamaan penting dilakukan,” kata Ali Taher dalam rilis, Senin(10/10/16).
Anggota DPR RI dari Partai Amanat Nasional itu menyoroti aspek kesehatan dalam ibadah haji, ia menyarankan agar dalam penyuluhan keagamaan penting dilakukan sosialisasi bahwa jalan kaki itu penting.
Menurutnya hal tersebut karena peserta ibadah saat melaksanakan ibadah di Tanah Suci diperkirakan akan menempuh jalan kaki sejauh 5-7 kilometer sehingga pulang pergi sudah 14 kilometer.
Ali juga menegaskan agar RUU itu bisa memberikan kepastian agar jemaah haji yang mendaftar dapat berangkat sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan.
“RUU ini bisa memberikan kepastian agar jemaah yang mendaftar sesuai dengan haknya dapat berangkat sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan,” tegasnya.
Selain itu, ia juga mewacanakan pentingnya pengurangan jumlah umur dari jamaah yang berangkat menjadi sekitar 65 tahun.
Persaoalan perbaikan manajemen haji juga menjadi perhatian Anggota Komisi VIII DPR Asli Chaidir, yang menyoroti banyaknya antrian dan jamaah yang berulang kali datang untuk menunaikan ibadah haji
“Salah satu yang perlu dibenahi adalah waiting list calon jamaah haji secara menyeluruh. Banyak masyarakat yang menginginkan berkali-kali naik haji namun bagi yang belum pernah merasakan naik haji dan telah lama menunggu kasihan juga,” katanya.
Sedangkan Anggota Komisi VIII DPR RI Kuswiyanto mengusulkan pembentukan lembaga semacam badan pengelolaan keuangan haji. Badan ini diharapkan dapat mengatasi banyaknya permasalahan dalam revisi RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU).
“Selain untuk merevisi UU No 13 tahun 2008, kami juga berupaya mengusulkan dalam RUU PIHU yang sedang dibahas, adanya sebuah badan khusus yang mengurusi keuangan haji yakni Badan Pengelolaan Keuangan Haji atau BPKH,” kata Kuswiyanto.
Menurut Kuswiyanto, dengan adanya BPKH yang disertai regulasi yang lebih baik maka akan dapat menjadi regulator yang bermanfaat bagi masyarakat. Ia mengharapkan, badan tersebut diberikan tugas untuk mengelola segala teknis penyelenggaraan serta pengelolaan keuangan.
Selain itu, aktivitas dan operasionalisasi dari badan pengelolaan keuangan haji tersebut juga terpisah dari Kementerian Agama RI. Kehadiran BPKH, lanjutnya, diharapkan lebih efektif dibandingkan sistem keuangan yang selama ini dilaksanakan oleh BPIH. (ed)