Fraksipan.com – Pengembangan pemanfaaan teknologi panas bumi masih relatif mahal. Akibatnya, harga listrik dari pembangkit listrik panas bumi lebih mahal jika dibandingkan dengan penggunaan listrik dari energi fosil, hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir.
“Komisi XI ingin mencarikan solusi dengan menteri terkait agar panas bumi ini bisa masuk dalam skema penjualan yang terjangkau oleh masyarakat,” ujar anggota DPR RI dari F-PAN ini.
Saat ini, sambung Hafisz, sebelumnya harga listrik energi terbarukan mencapai 13 sen dollar per kWh. Namun, dengan adanya green credit dari Jepang dengan bunga setengah persen mampu menekan biaya operational menjadi 11 sen dollar per kWh.
“Ini akan menjadi pembahasan kita bersama pemerintah, siapa tahu kita temukan solusi terbaik, sehingga harga panas bumi menjadi lebih ekonomis, Misalnya, di 8 atau 7 per kWh yang dapat dibeli rakyat,” sambungnya.
Menurutnya, untuk mendapatkan angka ideal maka bisa dilakukan dengan cara cross subsidi bahan bakar fosil sehingga bisa masuk dalam hitungan skala ekonomi atau komersil.
“Misalnya batu bara biarkan di mine mouth, tidak usah dipindah-pindahkan karena akan menjadi cost yang dibebankan ke listrik (per kWh). Nah, jika ini kita hindari maka beban transportasi menjadi hilang,” jelas politisi dapil Sumatera Selatan ini.
Dalam kunjungannya, politisi dari F-PAN ini juga mendukung kerja sama Pertamina Geothermal Energy (PGE) dengan Badan Pengkajian dengan Penerapan Teknologi (BPPT). Menurutnya, ini merupakan langkah strategis untuk pengembangan industri di bidang pelistrikan dan teknologi panas bumi.
Sebagaimana diketahui, kerja sama pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) milik PGE itu memanfaatkan uap panas yang terbuang dari PLTP berkapasitas 4 x 20 MW. Dengan teknologi siklus biner asal Jerman, dapat dihasilkan daya listrik tambahan hingga 500 kilowatt.
Dalam kesempatan tersebut, Hafizs juga menyoroti dampak penerimaan negara bukan pajak (PPBP) dari pemanfaatan energi terbarukan ini. Mengingat, Komisi XI juga sedang membahas RUU PNBP. “Kita menyikapi PNBP yang terus menurun dalam rangka untuk memberikan untuk optimalisasi penerimaan negara,” timpalnya. (ed)