Haerudin: Pelaku Penyanderaan Warga dan Penembakan Aparat Bukan Kelompok Kriminal Biasa

470

Fraksipan.com – Anggota DPR RI Komisi lX Haerudin Amin S.Ag, MH menuntut ketegasan Negara dalam menjaga kedaulatan NKRI.

Pernyataan Haerudin tersebut terkait alotnya penyelesaian kasus penyanderaan 1.300 warga di Tembagapura, Timika, Papua.

”Pelaku penyanderaan warga dan penembakan terhadap aparat bukan semata-mata tindakan kelompok kriminal biasa tapi nyata-nyata tindakan sparatis. Saya mengajak semua elemen pemerintahan untuk segera merumuskan solusi dari masalah ini,” ujar Haerudin Amin saat dihubungi melalui telepon disela Paripurna DPR RI, Rabu (15/11/2017).

Menurut Haerudin, ketegasan pemerintah dalam melindungi rakyatnya sebenarnya adalah amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

”Di situ secara tegas dikatakan bahwa pemerintah negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,” tutur Haerudin.

Haerudin menambahkan, pesan tersebut juga tertera dalam butir ‘Nawa Cita’ pertama yakni menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara.

”Amanat ini tentu punya konskwensi luas. Di manapun, kapanpun dan dalam keadaaan apapun pemerintah wajib melindungi, termasuk mereka yang sedang disandera,” tambah Haerudin.

”Aparat harus segera bertindak tegas menaklukkan pelaku penyanderaan. Ini sudah menjadi amanat baku UUD 1945. Jika sekarang aparat masih massif melakukan pendekatan secara persuasif kepada kelompok sparatis tersebut, jika itu mentok maka pemerintah harus segera mengeluarkan perintah kepada aparat untuk menyudahi penyanderaan ini,” sambung legislator PAN tersebut.

Selain itu, kata Haerudin, jika berkaca pada peran aparat Indonesia dalam pembebasan sandera, Indonesia sudah mempunyai pengalaman yang bagus.

”Indonesia pernah punya pengalaman. Ketika itu, 29 Maret 1981 pesawat Garuda Indonesia DC-9 jurusan Jakarta-Medan disandera di udara. Lima pelaku kelompok jihad memaksa pesawat ke Thailand dan akhirnya mendarat di Bandara Don Muang, Bangkok. Negosiasi berjalan alot dan berakhir dengan kegagalan. Pemerintah akhirnya melakukan operasi yang dikenal dengan operasi Woyla setelah mendapat izin dari otoritas Thailand. Upaya pembebasan ini menewaskan pilot pesawat dan 1 tentara, dan empat pembajak,” beber Haerudin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here