Fraksipan.com – Mati listrik masal alias blackout di Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah pada Minggu (4/8) harus terus diselidiki. Pemadalam massal yang mengakibatkan banyak kerugian ini mengharuskan PLN juga ikut bertanggungjawab terhadap kerugian yang dialami konsumen.
Wacana pemangkasan gaji karyawan PLN dalam rangka untuk memberikan kompensasi kerugian akibat pemadaman mendapat tanggapan dari beberapa anggota DPR RI salah satunya Bara Hasibuan. Dia tak setuju wacana PT PLN memangkas gaji karyawan demi membayar ganti rugi akibat pemadaman listrik secara masal beberapa waktu yang lalu. “Tidak fair kalau dibebankan ke karyawan. Ini kan bukan kesalahan karyawan,” tegas Bara. Politisi PAN itu mengatakan PLN bisa memberikan kompensasi kepada pelanggan dengan memberikan diskon atau potongan biaya pada tagihan listrik pelanggan. Namun, PLN harus menanggung risiko berkurangnya pendapatan karena telah memberikan diskon
“Kompensasi yang diberikan pelanggan yang terkena dampak blackout adalah dalam bentuk diskon. Yakni pemotongan pada tagihan listrik berikutnya. PLN tidak mengeluarkan dana. Namun, pemasukan PLN akan berkurang,” jelas Bara.
Terpisah, Koordinator Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal E Halim mendesak internal PLN melakukan evaluasi menyeluruh. “Listrik merupakan komoditas strategis, vital, dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Jadi harus dikelola dengan sebaik-baiknya,” ujarnya. Dia mengingatkan, PLN tidak hanya sekadar mengganti kompensasi kepada 22 juta pelanggan yang terdampak mati listrik, namun juga hal lain, seperti perasaan nyaman, keselamatan, dan ketenangan. “Hal ini sesuai amanat pasal 4- 5 UU 8/1999,” kata dia. Dia menyoroti ada empat pemulihan hak terhadap 22 juta konsumen yang terkena pemadaman listrik masal. Pertama, pemulihan hak konsumen di luar dana kompensasi sesuai Pereman ESDM 27/2017. Kedua, PLN harus mengidentifikasi kelompok konsumen yang terkena dampak pemadaman listrik seperti mencatat keluhannya, menganalisis dan meresponsnya dengan bijak.
Ketiga, tidak membuat bingung masyarakat dengan pernyataan-pernyataan teknis yang tanpa penjelasan yang dimengerti masyarakat. Keempat, cepat memberikan respons kepada masyarakat. Sementara Analis Institute For Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Erlika Hamdi mengatakan peristiwa blackout yang terus berulang karena tidak adanya pihak yang melakukan audit terhjadap PLN.
“Selama ini yang mengaudit dan meregulate PLN? Nggak ada, kalau migas kan ada SKK Migas,” katanya. Saran dia, PLN harus dievaluasi dari hulu hingga hilir alias secara menyeluruh mulai dari perencanaan hingga penyaluran listrik ke pengguna. “Audit perlu dilakukan secara menyeluruh sistematis dari atas sampai bawah, seperti dari perencanaan, operasional hingga ke keuangan,” ucap dia. Sementara Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PLN Sripeni Inten Cahyani mengatakan blackout terjadi bukan hanya disebabkan oleh satu faktor saja seperti disebut-sebut pohon sengon, tetapi banyak faktor. “Kompleks, sistem Jawa Bali itu sangat kompleks rekan-rekan perlu pahami,” katanya. Inten menegaskan, dengan demikian pemadaman listrik yang terjadi sejabodetabek dan pulau Jawa tidak disebabkan satu masalah saja. “Kalau persoalan pemadaman kemarin yang meliputi tiga wilayah tadi, bukan penyebab tunggal,” kata dia. Sampai saat ini pihaknya masih mencari penyebab sirkit utara Ungaran-Pemalang sistem Jawa Bali 500 kilo Volt (kV) terputus yang mengakibatkan sebagian Jawa padam. (ed)