Fraksipan.com – Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang diraih oleh pemerintah sebesar 4,7 persen pada kuartal pertama tahun 2015 adalah revisi dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,2 persen, Ini merupakan pertumbuhan ekonomi paling lambat jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya sejak 2009, ungkap Ketua Komisi VI DPR RI Achmad Hafiz Tohir
Ia menambahkan turunnya jumlah investasi yang masuk baik dari penanaman modal dalam negeri maupun luar negeri, serta melemahnya daya beli masyarakat terutama di sektor konsumsi mengakibatkan turunnya pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi berimbas pada turunnya ketersediaan lapangan kerja baru untuk usia produktif dan tingkat pengangguran pun meningkat karena banyak pekerja yang dirumahkan akibat pengurangan produksi perusahaan.
Menurut anggota Fraksi PAN ini efek selanjutnya adalah pertumbuhan kredit melambat, tingkat inflasi terus naik dalam beberapa bulan terakhir khususnya bulan Mei-Juni yang berada di level 7 persen serta berpotensi terus bergerak ke posisi psikologis sebesar 10 persen karena harga pangan semakin mahal dan terus merangkak naik.
Untuk mengatasi keadaan itu tegas Hafiz, tim ekonomi pemerintah harus bergerak cepat dengan memaksimalkan seluruh potensi belanja APBN yang Rp 2 ribu triliun lebih ini untuk mendorong kembali pertumbuhan ekonomi yang mengalami perlambatan di kuartal pertama tahun ini.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan mempercepat proses program pembangunan infrastruktur yang telah di ground breaking seperti pembangunan jalan tol, pelabuhan, rel kereta ganda dan bandara baru serta melibatkan penuh BUMN dan mengajak pelaku usaha swasta dalam negeri untuk terlibat dalam investasi pendanaan maupun proses pengerjaannya.
Ketika ditanya tentang resufle, Hafidz menegaskan bahwa soal resuffle kabinet adalah prerogatif Presiden namun sebaiknya Presiden harus memperhatikan figur-figur yang mengelola perekonomian nasional adalah figur yang kuat, petarung dan dipercaya pasar sehingga diharapkan timbul trust terhadap ekonomi Indonesia.
“bukan seperti saat ini yang sedikit sedikit ngutang keluar negeri. Hal ini membuat rupiah akan semakin tertekan. Mazhab bahwa utang luar negeri sebagai jalan untuk memacu pertumbuhan ekonomi baru yang diimani dan dianut oleh pemerintah perlu didikritisi,” tegas Hafiz dalam keterangannya, Kamis (30/7).
Sebagai Informasi, selama delapan bulan pertama berkuasa, pemerintah telah meminjam dana dari World Bank senilai 12 miliar dilar AS atau setara Rp 143 triliun, dan dari Tiongkok Rp 650 triliun, pemerintah juga meminta pinjaman IDB sebesar Rp 66 triliun. Terakhir Pemerintah menjual Surat Utang Negara (SUN) dalam valuta asing berdenominasi euro seri RIEURO725 senilai 1,25 miliar euro dengan tenor 10 tahun pada Kamis (23/7). (ed)