Fraksipan.com – Ketua Komisi VI DPR RI Achmad Hafisz Tohir mengatakan, ada beberapa kelemahan dalam perjanjian kontrak build, operate, transfer (BOT) pengembangan Hotel Indonesia. Menurutnya, kelemahan kontrak tersebut terjadi antara PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dengan PT Grand Indonesia.
“Ada beberapa kelemahan kontrak yang dibuat oleh Grand Indonesia dan PT HIN yaitu tidak mencakup jelas properti-properti apa saja yang akan dibangun,” kata Hafisz di komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (29/2). seperti dilansir laman beritaempat.com.
Ia juga mengatakan, ada kelemahan lain yang terjadi dalam kontrak tersebut. Menurutnya, dalam kontrak tersebut, tidak dijelaskan mengenai denda yang cukup besar bila terjadi pelanggaran kontrak oleh Grand Indonesia.
“Di sini juga kenapa tidak diberikan denda yang besar kalau ada pelanggaran di sana. Ini berbeda jauh bila dibandingkan dengan pembayaran kompensasi,” tambahnya.
Politisi PAN ini juga menilai, jika dilihat dalam kontrak memang tidak ada hal yang dilanggar oleh Grand Indonesia karena memang ada properti disana yang sedang dikerjakan. Tetapi menurutnya, kalau dari segi bisnis seharusnya Hotel Indonesia tidak perlu ada perjanjian kompensasi.
“Karena itu merupakan areal dia (PT HIN) dan bangunan yang ada di komplek itu akan diserahkan. Sepanjang BOT (Build, Operate, Transfer) itu telah selesai masa kontraknya,” tuturnya.
Hafisz juga menilai bila mau dikaji kembali, posisi PT. HIN kedepan justru berada di posisi yang diuntungkan. Pasalnya, tambah Tohir, dengan adanya gedung tersebut, kita tidak masuk ke kompensasi retail yang ada.
“Tapi memang dengan adanya gedung tersebut, maka kita tidak masuk kepada kompensasi retail yang kita dapatkan dalam bulanan maupun tahunan,” pungkasnya. (ed)