Fraksipan.com – Rapat Kerja diselenggarakan oleh Komisi I DPR RI bersama Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (13/10/16).
Dalam Rapat tersebut, Komisi yang membidangi pertahanan itu juga mengundang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indarwati dan Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais menuturkan pihaknya mengundang Menkeu dan Kepala Bappenas untuk membicarakan anggaran 2017 yang akan dialokasikan pemerintah terhadap TNI dan Kemenhan.
“tadi juga sudah disepakati oleh Bu Menteri keuangan , secara umum sepakat untuk mencari jalan untuk menyiasati bagaimana di tengah mungkin situasi ekonomi yang kurang kondusif tapi dicari jalan supaya komitmen pertahanan bisa semakin kuat dan bertambah,” ungkapnya.
Hanafi menyatakan, pihaknya sudah berkomitmen untuk bisa memenuhi penambahan anggaran pertahanan yang didasarkan pada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang juga menjadi komitmen pemerintah Joko Widodo. Yakni sebesar 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (GDP).
Dia yakin peningkatan anggaran sebesar 1,5 persen dari GDP dapat tercapai, paling lambat tahun 2019. Pasalnya menurut dia, RPJMN pemerintahan Jokowi 1,5 persen GDP untuk pertahanan berakhirnya 2019. Namun dia meminta pemerintah untuk meningkatkan anggaran sebesar 1,5 persen dari GDP pada tahun 2017 ini.
“Artinya, kalau banyak sumber-sumber pajak baru, kemudian bagaimana misalnya Menkeu dan Menkominfo berhasil menarik pajak dari over technology yang sekarang sedang dilakukan misalnya. Salah satu sumber tax based baru. Maka itu kemudian tentu komitmen 1,5 persen GDB itu bisa lebih cepat ketimbang harus menunggu 2019,” jelasnya.
Ditanya seberapa besar nilai tertinggi dana pertahanan yang harus disiapkan pemerintah, politisi Partai Amanat Nasional ini sebut sebesar Rp. 120 triliun.
“Tentu harapannya tidak turun dari anggaran pertahanan yang paling tinggi selama MEF (standar pertahanan utama) ini dicanangkan. Selama MEF dicanangkan kalau enggak salah anggaran pertahanan pernah sampai Rp. 120 triliun. Nah itu yang mestinya menjadi base line untuk bertahap tahun demi tahun bisa menuju 1,5 persen PDB,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan pihaknya membutuhkan dana setidaknya Rp. 104,58 triliun. Hal itu untuk memperbarui beberapa alat pertahanan negara yang sudah lawas. Hanafi bilang hal itu tentu akan dibicarakan di Badan Anggaran.
“Ya tapi tadi kita sudah rapat di sini. Tinggal gimana nanti kita berunding di Banggar. Kalaupun jelek-jeleknya ini tidak insya Allah di tengah jalan ada kesempatan untuk perubahan,” katanya.
Diketahui dana pertahanan di RAPBN 2017 sebesar Rp. Rp. 104,58 triliun sesungguhnya turun sebesar 4,05 persen jika dibanding dengan APBN 2016. Hanafi khawatir jika pemerintah tetap bertahan di angka tersebut, kemampuan TNI untuk menghadapi ancaman dari luar, misalkan di Laut China Selatan dan Filiphina Selatan akan terkompromikan.
“Ini yang selalu jadi prinsip di Komisi I bahwa pertahanan jangan dianggap dikompromikan dengan alasan-alasan yang ekonomi. Karena ini soal kedaulatan. Karena kalau ini diketahui dan didengar secara tepat oleh negara lain maka artinya kita sudah kalah sebelum terjadi perang,” tandasnya. (ed)