Fraksipan.com – Ketua Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mengungkapkan, pihaknya berhadapan dengan dua kelompok yang punya pandangan berbeda tentang UUD 1945. Satu kelompok terus mendorong amandemen UUD 1945, sedangkan kelompok ingin mempertahankan konstitusi dasar itu tanpa perubahan.
Zulkifli mengungkapkan hal itu saat menyampaikan sambutan pada acara Konvensi Nasional Haluan Negara hasil kerja sama FKPPI, Aliansi Kebangsaan dan Forum Rektor di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (30/3).
Hadir pula sebagai pembicara di acara itu antara lain Presiden RI ke-5 yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno, mantan Wakil Ketua DPR Akbar Tanjung, serta Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie. Seperti dikutip laman jppn.com.
Menurut Zulkifli, kelompok yang mendorong amandemen itu menginginkan adanya garis-garis besar haluan negara (GBHN). Alasannya, ketiadaan haluan negara menjadi penyebab arah pembangunan di Indonesia menjadi tidak jelas.
Namun, katanya, MPR tak mau gegabah. Berdasarkan masukan dari berbagai kalangan, pimpinan MPR melalui rapat gabungan (ragab) dan memutuskan agar ada tahapan untuk amandemen terbatas atas UUD 1945.
“Sesuai pasal 37 UUD 1945, amandemen harus dilakukan secara hati-hati, jelas mana yang diubah dan bagaimana perubahannya. Sebelum dilakukan (amandemen, red), juga harus melalui proses panjang, termasuk seminar di 50 perguruan tinggi,” katanya.
Zulkifli menambahkan, dengan amandemen nanti maka bisa saja MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara dan bertugas menyusun GBHN. Ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu menegaskan, upaya mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara karena semata-mata kebutuhan dalam sistem ketatanegaraan.
Namun, Zulkifli menegaskan bahwa keputusan hasil amandemen itu akan berlaku pada MPR periode berikutnya hasil Pemilu 2019. “Bukan karena saya ketua MPR lalu ingin menjadi lembaga tertinggi negara. Ini akan berlaku setelah pimpinan MPR-nya berubah,” Jelasnya. (ed)