Fraksipan.com – Luasnya lahan disebut menjadi salah satu alasan Indonesia masih melakukan impor garam. Ini juga menjadi kendala peningkatan produksi garam di Kupang, NTT.
“Kendalanya yaitu soal luas lahan. Ada beberapa lahan potensial di NTT tetapi peruntukannya bukan untuk lahan garam,” kata Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi, Minggu (29/10/17).
Komisi IV DPR RI kemarin melakukan kunjungan kerja PT. Garam di Desa Bipolo, Kupang, NTT. Di sana, para anggota dewan meninjau persoalan terkait produksi garam.
“Ada lahan milik swasta, tetapi tidak dijadikan apa-apa, sehingga lahan mati dan menjadi tidak produktif,” tambah Viva Yoga.
Menurut Viva, Hal-hal seperti itu harus menjadi kajian pemerintah. Wakil Ketua Komisi IV ini menyatakan, ketika ada lahan potensial yang bisa digunakan untuk lahan garam, baik itu milik rakyat atau milik swasta, lebih baik melakukan kerja sama untuk perluasan lahan agar produksi garam bisa meningkat.
Lebih lanjut, Viva menjelaskan ada tiga hal penting yang harus dilakukan untuk peningkatan produksi garam. Tiga hal tersebut yaitu, satu, petani garam harus mau diintegrasikan menjadi satu. Dua, pemerintah harus melakukan mitra dengan petani tambak garam untuk meningkatkan kualitas dan kuota produksi, dan ketiga, penerapan teknologi baru untuk efisiensi dan efektifitas.
“Intinya bahwa kita sangat optimis Indonesia 2020 bisa swasembada garam,” tegasnya.
Garam di Desa Bipolo, Kupang, NTT, merupakan salah satu sumber garam baru yang dikelola oleh PT. Garam bersama dengan petani tambak garam, dalam rangka meningkatkan produksi garam nasional. Selama ini, produksi garam hanya terpaku di Pulau Madura.
Oleh karena itu, Komisi IV DPR RI mengapresiasi kinerja Kementerian Kehutanan dan Perikanan RI dalam melakukan ekspansi ke beberapa daerah di luar Pulau Madura, seperti di Probolinggo dan NTT.
Produk garam Indonesia sendiri juga tidak kalah dengan garam impor dan sudah memenuhi standar nasional untuk bisa diproduksi.
“Ini menjadi harapan yang sangat bagus bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia. Jika luas lahan panen di beberapa daerah NTT ditingkatkan dan dikembangkan lagi, saya optimis tahun 2020 Indonesia sudah tidak akan impor garam lagi, baik garam industri maupun garam konsumsi,” papar Anggota DPR RI dari PAN tersebut. (ed)